CRM Mastery: Strategi Meningkatkan Loyalitas Donatur dan Mitra

Oleh: Kholid Abdillah
Trainer Institut Fundraising Indonesia

Selama bertahun-tahun saya berkecimpung dalam dunia lembaga sosial kemanusiaan, satu tantangan yang terus berulang dan masih relevan hingga hari ini adalah bagaimana membangun dan menjaga loyalitas donatur serta mitra. Banyak lembaga sosial begitu giat mencari donatur baru, namun sering kali lalai merawat yang lama.

Padahal, berdasarkan laporan State of Modern Philanthropy, mayoritas donatur hanya berdonasi sekali saja sebelum akhirnya berpindah ke lembaga lain. Dampaknya tidak kecil, dalam waktu tiga bulan, 80% donatur tidak kembali berdonasi, pesan-pesan dari lembaga tidak lagi dibaca, nomor WhatsApp diblok, dan data donatur tercecer tanpa pengelolaan yang memadai. Lembaga pun kehilangan arah karena tak tahu siapa donatur aktif, pasif, atau potensial, bahkan tak bisa membedakan perlakuan terhadap donatur baru dan donatur loyal. Akibatnya, semua donatur diperlakukan sama dan tidak mendapatkan pengalaman yang relevan.

Kondisi ini jelas tidak sehat untuk keberlangsungan organisasi. Maka, sudah saatnya lembaga sosial berbenah dan mulai membangun strategi yang berkelanjutan melalui pendekatan CRM (Customer Relationship Management). CRM bukan sekadar sistem teknologi, tetapi strategi menyeluruh untuk mengelola hubungan dengan donatur dan mitra secara efektif dan terukur.

Melalui CRM, seluruh informasi penting terkait donatur mulai dari riwayat donasi, preferensi program, hingga respon komunikasi terhimpun dalam satu platform terpusat. Dengan data ini, lembaga bisa melakukan segmentasi, merawat relasi, dan menciptakan pendekatan yang lebih personal serta berdampak.

Kita bisa belajar dari strategi yang digunakan oleh GoFood, salah satu lini layanan dari Gojek. GoFood mampu mengetahui tren makanan yang paling digemari masyarakat di tahun 2024 hanya dari data transaksi konsumen. Mereka tahu lima besar makanan terlaris, waktu puncak pemesanan, hingga jenis kuliner yang paling sering dipesan di wilayah tertentu. Data inilah yang digunakan GoFood untuk memberikan rekomendasi yang akurat, mempersonalisasi penawaran, dan menjaga loyalitas pelanggan.

Inilah kekuatan data: ia tidak hanya mencatat masa lalu, tetapi juga memandu langkah masa depan. Prinsip ini juga dapat diterapkan oleh lembaga zakat dan wakaf. Setiap lembaga dapat menganalisis program donasi mana yang paling diminati oleh publik. Misalnya, hal yang dilakukan lembaga Wakaf Salman dengan mengetahui program yang mendapat respons besar, maka mereka bisa mengembangkan konten, kampanye, dan pendekatan yang lebih fokus ke sana. Tanpa data, kita hanya menebak-nebak. Dengan data, kita melangkah dengan strategi.

CRM juga membantu kita mengenali berbagai jenis donatur dan mitra. Donatur individu, donatur institusi (CSR), maupun komunitas tentu membutuhkan pendekatan yang berbeda. Begitu pula dengan mitra program, media, pemerintah, dan influencer. Dengan segmentasi yang tepat, lembaga bisa memberikan komunikasi yang relevan dan menghargai kontribusi setiap pihak sesuai karakteristiknya. Inilah yang menjadi dasar dari pelayanan berbasis personalisasi.

Lebih lanjut, penting juga untuk membedakan antara donatur loyal dan donatur one-off. Donatur loyal biasanya berdonasi secara rutin, memiliki keterikatan emosional, aktif mengikuti perkembangan program, dan cenderung merekomendasikan lembaga kepada orang lain. Sementara itu, donatur one-off hanya berdonasi satu kali, umumnya karena tertarik pada momen tertentu atau tergugah oleh kampanye yang menyentuh. Donatur loyal adalah aset jangka panjang yang perlu terus dirawat, diajak terlibat, dan dihargai. Sedangkan donatur one-off adalah pintu masuk yang perlu dikonversi menjadi loyal melalui pendekatan yang hangat, pengalaman donasi yang menyenangkan, dan komunikasi yang mengena di hati.

Dari semua pengalaman saya, satu hal yang tidak bisa ditawar adalah pentingnya service mindset. Sebuah budaya di mana seluruh tim di lembaga, terutama para amil, memiliki obsesi untuk memberikan layanan terbaik kepada donatur. Tidak cukup hanya mengelola data, tapi juga mengelola rasa. Donatur bukan sekadar angka dalam spreadsheet, mereka adalah manusia yang ingin merasa terhubung, didengar, dan dihargai.

Di sinilah pentingnya penghargaan yang tulus dan pelayanan yang berkesan. Karena sejatinya, donatur akan lupa berapa besar mereka berdonasi, tapi mereka tidak akan lupa bagaimana cara kita berterima kasih. Sentuhan emosional ini yang akan membedakan kita dari sekadar organisasi pengumpul dana menjadi rumah kepercayaan bagi para dermawan.

Terakhir, izinkan saya mengingatkan bahwa dalam dunia filantropi, retensi donatur jauh lebih murah daripada akuisisi donatur baru. Sebuah data menyebutkan, 82% organisasi mengakui bahwa mempertahankan donatur yang ada jauh lebih hemat dan efektif daripada terus menerus mencari yang baru. Maka, daripada sibuk mengejar angka, mari kita bangun relasi. Karena pada akhirnya, yang abadi dalam dunia fundraising bukan sekadar donasi besar, tetapi relasi yang tulus dan berkesinambungan.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *