Indonesia baru saja dinobatkan sebagai negara paling rajin berdoa di dunia, menurut riset Pew Research Center yang dikutip CNBC Indonesia. Data menunjukkan 95% atau sekitar 269 juta penduduk Indonesia berdoa setiap hari. Angka ini menempatkan Indonesia di posisi nomor satu dunia, melampaui negara-negara lain dengan populasi mayoritas beragama.
Fakta ini sejalan dengan realitas di lapangan dunia fundraising, khususnya crowdfunding. Banyak platform donasi online yang kini menerima bukan hanya transaksi donasi, tapi juga “titipan doa”. Donatur tidak sekadar menyalurkan dana, tapi juga menitipkan harapan, doa, bahkan permohonan yang ingin diiringkan bersama donasinya.
Bagi lembaga-lembaga sosial dan filantropi yang sedang membangun platform digital sendiri, ini menjadi masukan strategis: jangan hanya fokus pada sistem pembayaran atau fitur laporan, tapi sediakan fitur doa. Karena di balik setiap transaksi, ada aspek spiritual yang jauh lebih dalam yakni kebutuhan manusia untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya.
Hal ini juga relevan dengan peran Amil (pengelola zakat, infak, sedekah, dan wakaf). Salah satu amanah Amil bukan hanya menyalurkan donasi dengan amanah, tapi juga mendoakan para muzakki dan donatur. Maka, mengintegrasikan doa dalam layanan digital bukan hanya fitur tambahan, tapi justru bagian dari identitas spiritual fundraising itu sendiri.
Menariknya, data Pew Research juga menunjukkan pola bahwa negara-negara dengan tingkat religiusitas tinggi termasuk di Asia, Afrika, dan Amerika Latin punya kebiasaan doa harian yang kuat. Sementara di negara-negara Barat yang lebih sekuler, angka doa harian relatif rendah. Fakta ini mempertegas bahwa di Indonesia, doa adalah kebutuhan sosial sekaligus budaya.
Artinya, ketika kita bicara strategi fundraising, jangan abaikan kekuatan doa. Doa bukan hanya pengiring donasi, tapi bisa menjadi jembatan emosional antara donatur dengan lembaga. Dalam praktik CRM (Customer/Constituent Relationship Management), kita melihat banyak sekali konfirmasi donasi yang disertai dengan permintaan doa. Ini bukti nyata bahwa doa bukan sekadar ritual, tapi juga fitur penting dalam membangun loyalitas donatur.
Maka, bisa kita simpulkan:
🔹 Indonesia juara berdoa bukan hanya prestasi spiritual, tapi juga peluang strategis untuk dunia fundraising.
🔹 Platform crowdfunding sebaiknya mengintegrasikan fitur doa sebagai value proposition yang relevan dengan kultur bangsa.
🔹 Amil dan lembaga filantropi punya amanah lebih besar: tidak hanya mengelola dana, tapi juga merawat hubungan spiritual melalui doa.
Dengan begitu, fundraising di Indonesia bisa lebih bermakna, bukan hanya transaksi finansial, tapi juga ekspresi iman dan harapan bersama.